“Ini dia mujahidah (*) ku!” pekik hatiku. Dug! Bokepindo Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Senyum bahagia.“Abi…!” bisiknya pelan dan girang. Tes! berember-ember. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Air mataku jatuh tanpa terasa. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. “Lho, kok bilang gitu…?” selaku. “Ini dia mujahidah (*) ku!” pekik hatiku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?




















