Wien datang. XNXX Sudahlah. Mobil bergerak pelan, aku masih melihat ke arahnya, untuk memastikan ke mana arah wanita yang berkeringat di lehernya itu. Aku menikmati kelincahan lidah wanita setengah baya yang tahu di mana titik-titik yang harus dituju. Aku masih termangu. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka? Kali ini dengan telapak tangan. Aku masih ingat sepatunya tadi di angkot. Aku menyesal mengutuk ibu ketika pergi. Wajahku mulai panas. Apalagi yang dapat tertinggal? Atau jangan-jangan ia juga disuruh ibunya bayar arisan. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Turun. Betulkan, ia tidak akan datang begitu saja. Membuatku tidak berani. Toh, si setengah baya itu pasti sudah lebih dulu tiba di salonnya.
