Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang.Aku hanya mendengus. Ciut. XNXX Atau apalah? Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Si Junior sudah mengeras. Aku tahu di mana ruangannya. Dan kubuka celana pantai. Hari itu memang masih pagi, baru pukul 11.00 siang, belum ada yang datang, baru aku saja.Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Ah sialan. Sial. Aku berhasil. Aku pun segan memulai cerita.Dipijat seperti ini lebih nikmat diam meresapi remasan, sentuhan kulitnya. Aku bisa dapatkan ia, wanita setengah baya yang meleleh keringatnya di angkot karena kepanasan. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Kring..!“Mbak Hawin, telepon.” kataku.Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Creambath? Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang
