Ke bawah lagi: Turun. Bokepindo Aku memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Kalau potong rambut ya masuk ke tukang pangkas di pasar. Atau kesialan, karena ia masih mengangkat tabloid menutupi wajah? Begini saja daripada repot-repot. Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.“Telentang..!” katanya.Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Ah, kini ia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku. Lalu mengangkang.“Aku sudah tak tahan, ayo dong..!” ujarnya merajuk.Saat kusorongkan Junior menuju vaginanya, ia melenguh lagi.“Ah.. Kaki disandarkan di dinding. Lalu pijitan turun ke bawah. Kadang-kadang ketimun. Langkahku semangat lagi. Wien datang. Dadaku tiba-tiba berdegup-degup.“Bang, Bang kiri Bang..!”Semua penumpang menoleh ke arahku. Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Terganggu wanita muda yang di ruang sebelah yang kadang-kadang tanpa tujuan jelas bolak-balik ke ruang pijat.Dari jarak yang




















